Lahan Kritis dan Lahan Potensial

0 Comments »
Lahan Kritis dan Lahan Potensial
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. Bahkan, dapat terjadi jumlah produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya pengelolaannya. Lahanini bersifat tandus, gundul, tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Faktor- Faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, antara lain sebagai berikut:
· Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan.
· Genangan air yang terus-menerus, seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa.
· Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah yang miring. Masswasting adalah gerakan masa tanah menuruni lereng.
· Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring, atau bahkan di dataran rendah.
· Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat diuraikan oleh bakteri) misalnya plastic. Plastik dapat bertahan ± 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestaian kesuburan tanah.
· Pembekuan air,biasanya terjadi daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi. Pencemaran, zat pencemar seperti pestisida dan limbah pabrik yang masuk ke lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian menjadi kritis.
Beberapa jenis pestisida dapat bertahan beberapa tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kesuburan lahan pertanian. Jika lahan kritis dibiarkan dan tidak ada perlakuan perbaikan, maka keadaan itu akan membahayakan kehidupan manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Maka dari itu, lahan kritis harus segera diperbaiki. Untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan oleh adanya lahan kritis tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan, yaitu melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan-lahan kritis di Indonesia. Upaya penagggulangan lahan kritis dilaksanakan sebagai berikut.
1. Lahan tanah dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pertanian, perkebunan, peternakan, dan usaha lainnya.
2. Erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan teras-teras pada lereng bukit.
3. Usaha perluasan penghijauan tanah milik dan reboisasi lahan hutan.
4. Perlu reklamasi lahan bekas pertambangan.
5. Perlu adanya usaha ke arah Program kali bersih (Prokasih).
6. Pengolahan wilayah terpadu di wilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS).
7. Pengembangan keanekaragaman hayati.
8. Perlu tindakan tegas bagi siapa saja yang merusak lahan yang mengarah pada terjadinya lahan kritis.
9. Menghilangkan unsure-unsur yang dapat mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang sangat diharapkan.
10. Pemupukan dengan pupuk organik atau alami, yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus-menerus.
11. Guna menggemburkan tanah sawah, perlu dikembangkan tumbuhan yang disebut Azola.
12. Memanfaatkan tumbuhan eceng gondok guna menurunkan zat pencemaran yang ada pada lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap pat pencemar dan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Namun, dalam hal ini kita harus hati-hati karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga dapat menggangu lahan pertanian. Lahan potensial adalah lahan yang belum dimanfaatkan atau belum diolah dan jika diolah akan mempunyai nilai ekonimis yang besar karena mampunyai tingkat kesuburan yang tinggi dan mempunyai daya dukung terhadap kebutuhan manusia. Lahan potensian merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu harus ditangani dan dikelola secara bijak. Daerah diluar jawa banyak memiliki daerah produktif yang sangat potensial, tetapi belum atau tidak dimanfaatkan sehingga daerah ini dikenal dengan daerah yan sedang tidur. Dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, tekanan terhadap tanah semakin meningkat. Hutan di luar pualu jawa di ubah menjadi lahan pertanian, kawasan pertambangan, dan perkebunan. Sementara itu, lahan pertanian di pulau Jawa diubah menjadi kawasan pemukiman dan industri serta waduk. Kehutanan, pertambangan, dan pertanian juga dapat membuat tanah menjadi tidak produktif untuk kegiatan ekonomi lebih lanjut. Program untuk meningkatkan produksi pangan dan perluasan pemukiman dalam skala besar-besaran telah memberikan kontribusi dalam pembukaan hutan dan belukar. Hal ini menyebabkan meningkatnya erosi, berkurangnya kesuburan dan produktivitas lahan, serta hilangnya habitat. Walaupun sejumlah kawanan alami, baik daratan maupunhutan, telah dilindungi dari dampak kegiatan manusia melalui penetapannyasebagai cagar alam dan taman nasional, sejumlahbesar lahan masih belum diusahakan oleh manusia secara optimal. Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidp manusia. Maka dari itu, harus ditangani secara bijaksana dalam pemanfaatan lahan potensial dan jangan sampai malah merusak lingkungan. Lahan potensialtersebar di tiga wilayah utama daratan, yaitu di daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi. Lahan-lahan di wilayah pantai didominasi oleh tanah alluvial (tanah hasil pengendapan). Tanahini cukup subur karena banyak mengandung mineral-mineral yang diangkut bersama lumpur oleh sungai kemidian diendapkan di daerah muara sungai. Mulai dataran pantai sampai ketinggian 300 m dari permukaan laut merupakan areal lahan dataran rendah. Bila curah hujannya cukup memadai, zona dataran rendah ini merupakan wilayah lahan hutan hujan tropis yang sangat subur. Mulai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut merupakan wilayah tanah tinggi, kondisi wilayahnya merupakan lahan bergelombang, berbukit-bukit sampai daerah pegunungan. Bagi daerah-daerah tanah tnggi yang dipengaruhi oleh gunung berapi,kondisi lahannya di dominasi oleh tanah vulkanik yang subur yang terkandung mineral haranya cukup tinggi. Daerah pegunungan yang memiliki curah hujan tinggi, merupakan daerah yang rawan erosi tanah. Selain proses erosi, di daerah-daerah yang memiliki crah hujan tinggi keadaan tanahnya biasanya berwarna merah kecoklatan (pucat), karena unsure-unsur hara dan humusnya banyak tercuci dan terhanyutkan oleh air hujan. Jenis tanah ini kurang subur.
Contoh tanah yang sudah banyak mengalami pencucian di antaranya tanah latosol dan tanah podzolik serta tanah laterit. Upaya-upaya pelestarian dan peningkatan manfaat lahan-lahan potensial dilaksanakan antara lain dengan cara berikut.
1. Merencanakan penggunaan lahan yang digunakan manusia.
2. Menciptakan keserasian da keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan lahan dalam wilayah tertentu.
3. Merencanakan penggunaan lahan kota agar jangan sampai menimbulkan dampak pencemaran.
4. Menggunakan lahan seoptimal mungkin bagi kepentinganmanusia.
5. Memisahkan penggunaan lahan untuk permukiman, industry, pertanian, perkantoran, dan usaha-usaha lainnya.
6. Membuat peraturan perundang-undangan yang meliputi pengaliahn hak atas tanah untuk kepentingan umum dan peraturan perpajakan.
7. Melakukan pengkajian terhadap kebijakan tata ruang, perijinan, dan pajak dalam kaitannya dengan konversi penggunaan lahan.
8. Menggnakan teknologi pengolahan tanah, penghijauan, reboisasi, dan pembuatan sengkedan di aderah pegunungan.
9. Perlu usaha pemukiman penduduk dan pengendalian peladang berpindah.
10. Mengelola dengan baik daerah aliran sungai, daerah pesisir, dan daerah di sekitar lautan.

Pembibitan Kelapa sawit

0 Comments »

Teknik Pembibitan Kelapa Sawit

Rabu, 09 Juni 2010 00:00

Luas areal dan produksi kelapa sawit di Riau mengalami kenaikan dari tahun ke tahun, kebanyakan dilaksanakan oleh perkebunan besar dan sebagian kecil masyarakat tani. Sementara itu lahan potensial untuk perkebunan sebagian diarahkan untuk pengembangan kelapa sawit.

Penyediaan Bahan Tanaman

Guna menjamin keberhasilan pengembangan kelapa sawit diperlukan penyediaan bahan tanaman yang baik dan bermutu dalam jumlah yang memadai. Ada 3 (tiga) jenis kelapa sawit yang dibudidayakan yaitu Pisifera, Dura dan Tenera. Jenis yang terakhir ini banyak diusahakan oleh perusahaan maupun petani.

Untuk mendapatkan benih kelapa sawit yang direkomendasikan oleh Direktorat Jenederal Perkebunan penangkar bibit di Riau harus memesan benih/kecambah kelapa sawit dengan salah satu lembaga yang ditunjuk seperti : Pusat Penelitian Kelapa Sawit (Medan), Balai Penelitian Kelapa Sawit Marihat (Pematang Siantar), PT.Socfindo (Medan) dan PT.PP London Sumatera (Medan) atau Sub Station Pusat Penelitian Marihat Parindu (Sanggau).
selengkapnya mengenai tehnik Pembibitan kelapa sawit dapat dibaca disini : Pembibitan

Spesifikasi tanaman kelapa sawit

0 Comments »
Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) termasuk ke dalam famili Palmae dan subkelas Monocotyledoneae. Spesies lain dari genus Elaeis adalah E. melanococca yang dikenal sebagai kelapa sawit Amerika Latin. Beberapa varietas unggul yang ditanam adalah : Dura, Pisifera dan Tenera.

A. VARIETAS

Varietas yang banyak diusahakan umumnya merupakan varietas jenis Tenera (persilangan varietas jenis Dura dan Pisifera). Varietas ini mewarisi sifat-sifat unggul seperti inti kecil, cangkang tipis, daging buah tebal (60–90 % dari buah) serta kandungan minyak yang tinggi. Beberapa contoh varietas unggul kelapa sawit, yaitu:


untuk keterangan mengenai kecambah hubungi 082388787764 sdr Anto

1. Deli Dura x Pisifera Dolok Sinumbah
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 17 kg
d. Kandungan minyak 6,8 ton/ha/tahun

2. Deli Dura x Pisifera Bah Jambi
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 13 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 6,9 ton/ha/tahun

3. Deli Dura x Pisifera Marihat
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 17 kg
d. Kandungan minyak 6,7 ton/ha/tahun.

4. Deli Dura x Pisifera lame
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 14 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 7,0 ton/ha/tahun
5. Deli Dura x Pisifera Yangambi
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 13 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 6,9 ton/ha/tahun

6. Deli Dura x Pisifera AVROS
a. Umur mulai berproduksi 30 bulan
b. Jumlah tandan 12 tandan/tahun
c. Berat tandan 16 kg
d. Kandungan minyak 7,0 ton/ha/tahun.

B. BOTANI

Morfologi kelapa sawit adalah sebagai berikut:

1. Akar
Tanaman kelapa sawit memiliki jenis akar serabut. Akar utama akan membentuk akar sekunder, tertier dan kuartener.

2. Batang
Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter sekitar 20–75 cm. Tinggi batang bertambah sekitar 45 cm per tahun. Dalam kondisi lingkungan yang sesuai pertambahan tinggi dapat mencapai 100 cm per tahun.



3. Daun
Susunan daun kelapa sawit membentuk susunan daun majemuk. Susunan ini menyerupai susunan daun pada tanaman kelapa. Panjang pelepah daun sekitar 7,5–9 m. Jumlah anak daun pada setiap pelepah berkisar antara 250–400 helai. Produksi pelepah daun selama satu tahun mencapai 20–30 pelepah.

4. Bunga
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan rangkaian bunga betina. Umumnya tanaman kelapa sawit melakukan penyerbukan silang.

5. Buah
Buah terkumpul di dalam tandan. Dalam satu tandan terdapat sekitar 1.600 buah. Tanaman normal akan menghasilkan 20–22 tandan per tahun. Jumlah tandan buah pada tanaman tua sekitar 12–14 tandan per tahun. Berat setiap tandan sekitar 25–35 kg.

Secara anatomi buah kelapa sawit tersusun dari:

a. Pericarp atau daging buah. Pericarp terdiri dari:
• Mesokarp, yaitu kulit luar buah yang keras dan licin.
• Mesokarp, yaitu bagian daging buah yang berserabut. Mesokarp merupakan bagian yang mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi.

b. Biji yang tersusun dari :
• Endokarp (tempurung) yang merupakan lapisan keras dan berwarna hitam.
• Endosperm (kernel) yang berwarna putih. Kernel akan menghasilkan minyak inti atau palm kernel oil.


Land Clearing tanaman kelapa sawit

0 Comments »

METODE PEMBUKAAN LAHAN KELAPA SAWIT

anto, 10 Juni 2010 01:00
Pengolahan tanah pada areal peremajaan kelapa sawit akan lebih rasional jika mempertimbangkan sifat tanah pada tingkat klasifikasi macam tanah. Tingkat kegemburan atau kekerasan tanah ternyata dapat menentukan intensitas pengolahan tanan. Tanah yang berasal dari bahan volkanis baik yang bersifat in-situ ataupun aluviumnya, umumnya membentuk tanah yang gembur sampai agak teguh dengan tingkat kekerasan tanah berkisar 1,25 - 2,50 kg/cm2. Penelitian terhadap 15 macam tanah yang ditemukan di areal kelapa sawit di Indonesia menunjukkan bahwa potensi pengerasan tanah adalah berbeda-beda tergantung pada macam tanahnya. Tingginya kandungan bahan organik ( > 1% kandungan carbon dan kapasitas tukar kation nyata ( > 16 me/lOOg liat), ternyata memlegang peranan penting dalam mengurangi degradasi sifat fisik tanah. Pengolahan tanah secara intensif sangat ditekankan terhadap tanah-tanah yang berasal dari formasi tersier, terutama pada tanah-tanah Typic Paleudult dan Typic Plinthudult. Tanah dari formasi tersier yang sebagian besar berada di wilayah pengembangan, memiliki penyebaran + 41% dari seluruh areal kelapa sawit.
Tanpa Olah Tanah (TOT) hanya disarankan pada tanah-tanah yang berasal dari bahan volkanis seperti Aquic Hapludand, Typic Dys -tropept, sebagian Typic Hapludult dan Eutric Tropofluvent. TOT dalam hal ini meliputi pemberantasan gulma secara kimiawi disertai dengan olah tanah manual seperlunya untuk penanaman penuntup tanah kacangan



Keadaan Lahan
a. Ketinggian Tempat
Tanaman kelapa sawit bisa tumbuh dan berbuah hingga ketimggian tempat 1000 meter diatas permukaan laut (dpl). Namun, pertumbuhan tanaman dan produktivitas optimal akan lebih baik jika ditanam di lokasi dengan ketinggian 400m dpl.

b. Topografi
Kelapa sawit sebaiknya ditanam di lahan yang memiliki kemiringan lereng 0-12o atau 21%. Lahan yang kemiringannya 13o-25o masih bisa ditanami kelapa sawit, twtapi petumbuhannya kurang baik. Untuk lahan yang kemiringannya lebih dari 25o sebaiknya tidak dipilih karena menyulitkan dalam pengangkutan buah saat panen dan beresiko terjadi erosi.
c. Drainase
Tanah yang sering mengalami genangan air umumnya tidak disukai tanaman kelapa sawit karena akarnya membutuhkan banyak oksigen. Drainase yang jelek dapat menghambat kelancaran penyerapan unsure hara dan proses nitrifikasi akan terganggu, sehingga tanaman akan kekurangan unsure nitrogen (N). karena itu, drainase tanah yang akan dijadikan lokasi perkebunan kelapa sawit harus baik dan lancar, sehingga ketika musim hujan tidak tergenang.
d. Tanah
Kelapa sawit dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah podsolik, latosol, hidromorfik kelabu, regosol, andosol, dan alluvial. Tanah gambut juga dapat di tanami kelapa sawit asalkan ketebalan gambutnya tidak lebih dari satu metter dan sudah tua (saphrik). Sifat tanah yang perlu di perhatikan untuk budi daya kelapa sawit adalah sebagai berikut
1. Sifat Fisik Tanah
Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh baik di tanah yang bertekstur lempung berpasir, tanah liat berat, tanah gambut memiliki ketebalan tanah lebih dari 75 cm; dan berstruktur kuat.
2 . Sifat Kimia Tanah
Tanaman kelapa sawit membutuhkan unsure hara dalam jumlah besar untuk pertumbuhan vegetatif dan generatif. Untuk mendapatkan produksi yang tinggi dibutuhkan kandungan unsure hara yang tinggi juga. Selain itu, pH tanah sebaiknya bereaksi dengan asam dengan kisaran nilai 4,0-6,0 dan ber pH optimum 5,0-5,5.
Keadaan Iklim
Keadaan iklim sangat mempengaruhi proses fisiologio tanaman, seperti proses asimilasi, pembentukan bunga, dan pembuahan. Sinar matahari dan hujjan dapat menstimulasi pembentukan bunga kelapa sawit.
Jumlah curah hujan dan lamanya penyinaran matahari memiliki korelasi dengan fluktuasi produksi kelapa sawit. Curah hujan ideal untuk tanaman kelapa sawit adalah 2.000-2.500 mm per tahun dan tersebar merata sepanjang tahun. Jumlah penyinaran rata rata sebaiknya tidak kurang dari 6 jam per hari. Temperature sebaiknya 22-23o. keasaan angina tidak terlalu berpengaruh karenaan kelapa sawit lebih tahan terhadap angina kencang di bandingkan tanaman lainnya.
Bulan kering yang tegas dan berturut turut selama beberapa bulan bisa mempengaruhi pembentukan bunga (baik jantan maupun seks rasionya) untuk 2 tahun berikutnya.

Metode Pembukaan Lahan
• Perkebunan kelapa sawit dapat dibangun di daerah yang memiliki topografi yang berbeda-beda
o bekas hutan
o daerah bekas alang-alang, atau
o bekas perkebunan
• Yang perlu diperhatikan
o tetap terjaganya lapisan olah tanah
o urutan pekerjaan, alat, dan teknik pelaksanaannya
• identifikasi vegetasi
• ditentukan apakah pembukaan lahan dilakukan secara manual, manual – mekanis atau secara mekanis
Metode Pembukaan Lahan
• pada daerah alang-alang:
o mekanis  membajak dan menggaru
o khemis  menyemprot alang-alang dengan racun antara lain Dalapon atau Glyphospate
• konversi : membuka areal perkebunan dari bekas perkebunan lain
• pembukaan lahan tanpa bakar  cara membakar hutan dilarang oleh pemerintah dengan dikeluarkannya SK Dirjen Perkebunan No. 38 tahun 1995, tentang pelarangan membakar hutan
METODE PEMBAKARAN LAHAN
• Sejarah perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia  sejarah deforestasi.
• Praktek pembersihan lahan :
o Jutaan hektar hutan di buka dan diambil kayunya.
o Pohon-pohon yang kecil beserta ilalang kemudian dibakar sehingga menimbulkan kebakaran  api sarana yang paling cepat & murah.
• Penegakan hukum lemah puluhan perusahaan menggunakan api untuk melakukan pembersihan lahan termasuk peningkatan pH tanah
o Pada tahun 2001, Manager PT Adei Plantation berkebangsaan Malaysia dihukum 2 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Kampar tahun 2001 karena terbukti memerintahkan pembakaran lahan untuk menaikkan ph tanah menjadi 5- 6 agar dapat ditanami kelapa sawit

alasan menggunakan metode pembukaan lahan tanpa bakar :
• mempertahankan kesuburan tanah,
• menjamin pengembalian unsur hara,
• mencegah erosi permukaan tanah, dan
• membantu pelestarian lingkungan.
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
• Sebelum konversi
o tingginya intensitas hujan di wilayah tropis diimbangi dengan penutupan hutan alam yang begitu luas  mengendalikan terjadinya banjir, erosi, sedimentasi dan tanah longsor
o gudang sumberdaya genetik dan pendukung ekosistem kehidupan
o pepohonan pada hutan alam menghasilkan serasah yang cukup tinggi  meningkatkan kandungan bahan organik lantai hutan  lantai hutan memiliki kapasitas peresapan air (infiltrasi) yang jauh lebih tinggi dibandingkan penutupan lahan non-hutan.
o tebalnya lapisan serasah  meningkatkan aktifitas biologi tanah
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
o siklus hidup/pergantian perakaran pohon (tree root turnover) yang amat dinamis dalam jangka waktu
yang lama  tanah hutan memiliki banyak poripori berukuran besar (macroporosity)  tanah hutan memiliki laju penyerapan air/pengisian air tanah (perkolasi) yang jauh lebih tinggi
o stratifikasi hutan alam (bervariasinya umur dan ketinggian tajuk hutan), tingginya serasah dan tumbuhan bawah pada hutan alam  penutupan lahan secara ganda  efektif mengendalikan erosivitas hujan (daya rusak hujan), aliran permukaan dan erosi
o sisi bentang lahan (landscape)  penggunaan lahan yang paling aman secara ekologis
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
o sangat sedikit sekali ditemukan jalan-jalan setapak, tidak ada saluran Irigasi & jalan berukuran besar yang diperkeras  pada saat hujan besar berperan sebagai saluran drainase.
o biomasa hutan yang tidak beraturan  filter pergerakan air dan sedimen.
o dalam hutan alam tidak dilakukan pengolahan tanah yang membuat lahan lebih peka terhadap erosi.
o hutan dalam kondisi yang tidak terganggu lebih tahan terhadap kekeringan  tidak mudah terbakar.
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
• Sesudah konversi
o merusak habitat hutan alam  menghancurkan seluruh kekayaan hayati hutan yang tidak ternilai harga dan manfaatnya  mengubah landscape hutan alam secara total.
o kerusakan seluruh ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) jika tidak dilakukan dengan baik
o meningkatnya aliran permukaan (surface runoff), tanah longsor,erosi dan sedimentasi
o semakin parah, apabila pembersihan lahan (setelah kayunya ditebang) dilakukan dengan cara pembakaran
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
o Rumput dan tumbuhan bawah secara menerus akan dibersihkan, karena akan berperan sebagai gulma tanaman pokok. Dilain pihak, rumput dan tumbuhan bawah ini justru berperan sangat penting untuk mengendalikan laju erosi dan aliran permukaan.
o Keberadaan pepohonan yang tanpa diimbangi oleh pembentukan serasah dan tumbuhan bawah  meningkatkan laju erosi permukaan
o Pembangunan perkebunan memerlukan pembangunan jalan, dari jalan utama hingga jalan inspeksi, serta pembangunan infrastruktur (perkantoran, perumahan), termasuk saluran drainase. Kondisi ini apabila tidak dilakukan dengan baik (biasanya memang demikian)  semakin cepatnya air hujan mengalir menuju ke hilir peresapan air menjadi terbatas dan peluang terjadinya banjir dan tanah longsor akan meningkat
Dampak konversi hutan alam menjadi kebun kelapa sawit
o pohon kelapa sawit sebagai pohon yang cepat tumbuh (fast growing species) dikenal sebagai pohon yang rakus air, artinya pohon ini memiliki laju evapotranspirasi (penguap-keringatan) yang tinggi. Setiap pohon kelapa sawit memerlukan 20 – 30 liter air setiap harinya mengurangi ketersediaan air khususnya di musim kemarau
Dampak negatif terhadap lingkungan menjadi bertambah serius karena dalam prakteknya pembangunan perkebunan kelapa sawit tidak hanya terjadi pada kawasan hutan konversi, melainkan juga dibangun pada kawasan hutan produksi, hutan lindung, dan bahkan di kawasan konservasi yang memiliki ekosistem yang unik dan mempunyai nilai keanekaragaman hayati yang tinggi (Manurung, 2000; Potter and Lee, 1998).
SOLUSI
• pemerintah daerah perlu ekstra hati-hati dalam menerbitkan ijin konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit  rujukan utama dalam pengambilan keputusan: Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. S.599/Menhut-VII/2005 tertanggal 12 Oktober 2005 tentang Penghentian/Penangguhan Pelepasan Kawasan
• pemerintah perlu memberikan sanksi yang tegas dan jelas terhadap pihak pelaku kegiatan konversi hutan yang tidak bertanggung jawab
• menghentikan konversi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit  mengganti hutan alam dengan lahan kritis/terlantar
• perencanaan tata ruang yang tepat dan perencanaan praktik-praktik perkebunan yang lestari dan bertanggung jawab



Penanaman Kelapa Sawit
1) Persiapan lahan
Tanaman kelapa sawit sering ditanam pada areal / lahan : bekas hutan (bukaan baru, new planting), bekas perkebunan karet atau lainnya ( konversi), bekas tanaman kelapa sawit (bukaan ulangan, replanting).
Pembukaan lahan secara mekanis pada areal bukaan baru dan konversi terdiri dari beberapa pekerjaan, yakni: a) menumbang, yaitu memotong pohon besar dan kecil dengan mengusahakan agar tanahnya terlepas dari tanah; b) merumpuk, yaitu mengumpulkan dan menumpuk hasil tebangan untuk memudahkan pembakaran. c) merencek dan membakar, yaitu memotong dahan dan ranting kayu yang telah ditumpuk agar dapat disusun sepadat mungkin, setelah kering lalu dibakar. d) pengolahan tanah secara mekanis.
Pembukaan lahan secara mekanis pada tanah bukaan ulangan terdiri dari pekerjaan, yakni: a) pengolahan tanah secara mekanis dengan menggunakan traktor. b) meracun batang pokok kelapa sawit dengan cara membuat lubang sedalam 20 cm pada ketinggian 1 meter pada pokok tua. Lubang diisi dengan Natrium arsenit 20 cc per pokok, kemudian ditutup dengan bekas potongan lubang; c) membongkar, memotong dan membakar. Dua minggu setelah peracunan, batang pokok kelapa sawit dibongkar sampai akarnya dan swetelah kering lalu dibakar; d) pada bukaan ulangan pembersihan bekas-bekas batang harus diperhatikan dengan serius karena sisa batang, akar dan pelepah daun dapat menjadi tempat berkembangnya hama (misalnya kumbang Oryctes) atau penyakit ( misalnya cendawan Ganoderma).
2) Pengajiran ( memancang)
Maksud pengajiran adalah untuk menentukan tempat yang akan ditanami kelapa sawit sesuai dengann jarak tanam yang dipakai. Ajir harus tepat letaknya, sehingga lurus bila dilihat dari segala arah, kecuali di daerah teras dan kontur. System jarak yang digunakan adalah segitiga sama sisi, dengan jarak 9 m x 9 m x 9 m. Dengan system segi tiga sama sisi ini, pada arah Utara – Selatan tanaman berjarak 8,82 m dan jarak untuk setiap tanaman adalah 9 m. Populasi (kerapatan) tanaman per hektar adalah 143 pohon.
3) Pembuatan lubang tanaman
Lubang tanaman dibuat beberapa hari sebelum menanam. Ukuran lubang, panjang x lebar x dalam adalah 50 cm x 40 cm x 40 cm. Pada waktu menggali lubang, tanah atas dan bawah dipisahkan, masing-masing di sebelah Utara dan Selatan lubang.
4) Menanam
Cara menanam bibit yang ada pada polybag, yaitu:
- Sediakan bibit yang berasal dari main nursery pada masing-masing lubang tanam yang sudah dibuat.
- Siramlah bibit yang ada pada polybag sehari sebelum ditanam agar kelembaban tanah dan persediaan air cukup untuk bibit.
- Sebelum penanaman dilakukan pupuklah dasar lubang dengan menaburkan secara merata pupuk fosfat seperti Agrophos dan Rock Phosphate sebanyak 250 gram per lubang.
- Buatlah keratin vertical pada sisi polybag dan lepaskan polybag dari bibit dengan hati-hati, kemudian masukkan ke dalam lubang.
- Timbunlah bibit dengan tanah galian bagian atas (top soil) dengan memasukkan tanah ke sekeliling bibit secara berangsur-angsur dan padatkan dengan tangan agar bibit dapat berdiri tegak.
- Penanaman bibit harus diatur sedemikian rupa sehingga permukaan tanah polybag sama ratanya dengan permukaan lubang yang selesai ditimbun, dengan demikian bila hujan, lubang tidak akan tergenang air.
- Pemberian mulsa sekitar tempat tanam bibit sangat dianjurkan.
- Saat menanam yang tepat adalah pada awal musim hujan.

Sektor Perkebunan Kelapa Sawit

0 Comments »
JAKARTA. Ini bisa menjadi berita bagus bagi para investor perkebunan kelapa sawit. Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kehutanan, sedang menyiapkan Peraturan Menteri yang akan memasukkan perkebunan kelapa sawit menjadi bagian dari tanaman hutan. Dengan peraturan ini, diharapkan tekanan terkait perusakan lingkungan bagi sektor perkebunan sawit akan bisa dihilangkan.

Direktur Jenderal Bina Produksi Kehutanan (BPK) Kementerian Kehutanan Hadi Daryanto mengatakan PP yang memperbolehkan dimasukkannya perkebunan sawit sudah ada, sehingga sekarang yang perlu dilakukan adalah mengeluarkan peraturan menteri yang mempertegasnya. “PP-nya sudah ada tinggal peraturan menteri saja, kita akan segera mengeluarkannya,” kata Hadi di Jakarta, hari ini.

Ia mengatakan, peraturan ini tidak akan menarik kewenangan Kementerian Pertanian di sektor tersebut. Dengan peraturan ini diharapkan investasi di kelapa sawit tidak akan mengorbankan kawasan hutan, namun tetap berjalan. “Seperti Malaysia, juga seperti definisi FAO (Food and Agriculture Organization) yang menyatakan kebun juga tetap merupakan kawasan hutan. Buat Kehutanan akan ada kenaikan investasi , namun kalau komoditas dicatat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) masuk pertanian kan tidak masalah ,” katanya.

Menurutnya, hal yang sangat bodoh jika Indonesia menggunakan dikotomi atau pembedaan antara perkebunan dan kehutanan, apalagi di peraturan seperti UU 41 tahun 1999 tentang kehutanan dan peraturan seperti PP 6 tahun 2007 memperbolehkan dimasukkannya perkebunan ke sektor kehutanan. Dalam peraturan tersebut dikatakan, tanaman berbagai jenis bisa dimasukkan dalam sektor kehutanan.

Dengan masuk ke sektor kehutanan, maka akan ada mozaik bukan hanya kebun sawit keseluruhan. “Jika masuk kebun maka semua sawit, tapi di kehutanan ada mozaik, 70% tanaman pokok, 25% tanaman kehidupan dan 5% tanaman pangan,” katanya. Dengan mozaik itu, menurut Hadi, akan ada kawasan lindung yang ditujukan untuk pelestarian lingkungan dan perlindungan satwa sehingga wawasan lingkungannya akan lebih kuat.

Menurutnya, izin yang diberikan untuk perkebunan sawit nantinya bukan berupa hak guna usaha (HGU), karena dengan HGU seperti menjadi milik pribadi sehingga investor akan melakukan efisiensi sehingga semua ruang akan ditanami sawit. Ia mencontohkan, di kehutanan ada Hutan Tanaman Industri (HTI) yang lebih bagus dari segi lingkungan karena ada zoning.

Ketentuan ini akan diberlakukan untuk investasi kelapa sawit yang baru, dan kepada regenerasi dari investasi yang sudah jalan. “Yang sudah jalan akan susah diterapkan, nanti pada waktu regenerasi baru akan diberlakukan,” katanya.
Kelapa sawit komplit disini

Tehnis Pengolahan Kelapa Sawit

0 Comments »




Kelapa sawit ( Elaeis guinensis jacg ) adalah salah satu dari beberapa palma yang menghasilkan minyak untuk tujuan komersil. Minyak sawit selain digunakan sebagai minyak makanan margarine, dapat juga digunakan untuk industri sabun, lilin dan dalam pembuatan lembaran-lembaran timah serta industri kosmetik

SYARAT PERTUMBUHAN
Iklim

Lama penyinaran matahari rata-rata 5-7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500-4.000 mm. Temperatur optimal 24-28'C. Ketinggian tempat yang ideal antara 1-500 m dpl. Kecepatan angin 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan.
Media Tanam
Tanah yang baik mengandung banyak lempung, beraerasi baik dan subur. Berdrainase baik, permukaan air tanah cukup dalam, solum cukup dalam (80 cm), pH tanah 4-6, dan tanah tidak berbatu.
PEDOMAN TEKNIS BUDIDAYA
Pembibitan
Kecambah dimasukkan polibag 12×23 atau 15×23 cm berisi 1,5-2,0 kg tanah lapisan atas yang telah diayak. Kecambah ditanam sedalam 2 cm. Tanah di polibag harus selalu lembab. Simpan polibag di bedengan dengan diameter 120 cm. Setelah berumur 3-4 bulan dan berdaun 4-5 helai bibit dipindahtanamkan.
TEKNIK PENANAMAN
Penentuan Pola Tanaman
Pola tanam dapat monokultur ataupun tumpangsari. Tanaman penutup tanah (legume cover crop LCC) pada areal tanaman kelapa sawit sangat penting karena dapat memperbaiki sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, mencegah erosi, mempertahankan kelembaban tanah dan menekan pertumbuhan tanaman pengganggu (gulma). Penanaman tanaman kacang-kacangan sebaiknya dilaksanakan segera setelah persiapan lahan selesai.
Pembuatan Lubang Tanam
Lubang tanam dibuat beberapa hari sebelum tanam dengan ukuran 50×40 cm sedalam 40 cm. Sisa galian tanah atas (20 cm) dipisahkan dari tanah bawah. Jarak 9x9x9 mCara Penanaman

Penanaman pada awal musim hujan, setelah hujan turun dengan teratur. Sehari sebelum tanam, siram bibit pada polibag. Lepaskan plastik polybag hati-hati dan masukkan bibit ke dalam lubang.
PEMELIHARAAN TANAMAN
- Lakukan penyulaman untuk mengganti tanaman yang mati dengan tanaman baru yang seumur dengan tanaman yang mati.

- Cadangan bibit untuk penyulaman terus dipelihara sampai dengan umur 2 tahun dan selalu dipindahkan ke kantong plastik yang lebih besar.

- Penyiangan gulma dilakukan 1bulan sekali.

- Lakukan perawatan dan perbaikan parit drainage.

- Anjuran pemupukan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM) seperti pada table 1.

- Sedangkan pemupukan Tanaman Menghasilkan (TM), kebutuhan pupuk berkisar antara 400 – 1000 kg N, P, K, Mg, Bo per Ha/tahun.

- Lakukan pemupukan 2 kali dalam satu tahun; pada awal dan akhir musim penghujan dengan cara menyebar merata di sekitar piringan tanaman.

- Hama-hama yang sering menyerang tanaman kelapa sawit adalah Ulat Kantong; Metisaplama, Mahasena Coubessi dan Ulat Api; Thosea asigna, Setora nitens, Dasna trina. Sedangkan penyakitnya busuk tandan Marasmius sp.


Hama ulat kantong dikendalikan dengan insektisida yang mengandung bahan aktif metamidofos 200/liter atau 600 g/liter, hama ulat api dengan insektisida yang mengandung bahan aktif permetrin 20 g/liter dan monokrotofos 600 g/lite.

- Potonglah daun yang sudah tua, agar penyebaran cahaya matahari lebih merata, mempermudah penyerbukan alami, memudahkan panen dan mengurangi penguapan.
Panen
Mulai berbuah setelah 2,5 tahun dan masak 5,5 bulan setelah penyerbukan. Dapat dipanen jika tanaman telah berumur 31 bulan, sedikitnya 60% buah telah matang panen, dari 5 pohon terdapat 1 tandan buah matang panen. Ciri tandan matang panen adalah sedikitnya ada 5 buah yang lepas/jatuh dari tandan yang beratnya kurang dari 10 kg atau sedikitnya ada 10 buah yang lepas dari tandan yang beratnya 10 kg atau lebih.
Kelapa sawit komplit disini

http://teknis-budidaya.blogspot.com/2007/10/budidaya-kelapa-sawit.html
http://teddygustriandi.wordpress.com/2007/11/06/budidaya-kelapa-sawit/

Konversi Lahan Gambut dan Pengaruh Perubahan Iklim

0 Comments »


Konversi Lahan Gambut dan Perubahan Iklim
Konversi lahan gambut ditengarai menjadi penyebab kebakaran hutan dan lahan di sejumlah wilayah di Indonesia. Di Provinsi Riau, terdapat 1.419 hot spot (titik panas) selama Juli 2010. Sebagian besar titik panas itu berada di kawasan gambut. Di saat yang bersamaan, hampir 30 persen titik panas di Kalimantan Barat juga berada pada kawasan gambut.

Pembukaan lahan gambut dengan cara membakar mengakibatkan kebakaran hutan dan lahan secara meluas. Dari sifatnya, tanah gambut lebih mudah terbakar dan menghasilkan lebih banyak asap. Sekali terbakar, maka akan sangat sulit untuk memadamkan api di lahan gambut.


Dunia gambut
Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia telah menjadi salah satu sumber penyebab terjadinya perubahan iklim global. Data hot spot dari Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer (Modis), dalam 5 tahun terakhir memperlihatkan sumber kebakaran hutan dan lahan di Riau sudah bergeser dari lahan mineral ke lahan gambut. Riau memiliki sebaran gambut cukup luas di sebelah timur wilayahnya hingga ke bagian pesisir.
Di wilayah Asia Tenggara, luas areal gambut mencapai lebih dari 25 juta hektare (ha) atau 69 persen dari lahan gambut tropis di dunia. Luas lahan gambut di Indonesia lebih dari 20 juta ha. Sebesar 6,29 juta ha terdapat di Sumatera, sementara 4,044 juta ha di antaranya terdapat di Provinsi Riau (sekitar 45 persen dari luas total Provinsi Riau).
Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup, diperkirakan gambut di Riau menyimpan karbon sebesar 14.605 juta ton. Besarnya cadangan karbon ini, jika tidak dikelola dengan baik akan berdampak pada pelepasan karbon ke udara sehingga meningkatkan efek rumah kaca. Besarnya cadangan karbon akan sangat bergantung pada kedalaman gambut itu sendiri. Semakin dalam, cadangan karbon akan semakin banyak.
Riau mempunyai kedalaman gambut terdalam di dunia, yakni mencapai 16 meter di wilayah Kuala Kampar. Selama 10 tahun terakhir, 3 juta ha lahan gambut yang terbakar di Asia Tenggara telah mengeluarkan 3 miliar hingga 5 miliar ton karbon. Oleh karena itu emisi karbon dari lahan gambut di Asia Tenggara merupakan salah satu penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia --sama dengan 10 persen emisi bahan bakar fosil di seluruh dunia, untuk jangka waktu yang sama (Riau Declaration on Peatland and Climate Change, Januari 2006).
Selama itu pula, berbagai konversi lahan gambut menjadi perkebunan kelapa sawit dan kayu kertas (pulp wood), penebangan yang tidak berkelanjutan dan pertanian, diperkirakan telah merusak sekitar 6 juta ha lahan gambut. Bercermin pada praktik-praktik pemanfaatan lahan gambut sejuta hektare yang gagal di Kalimantan, maka risiko pelepasan karbon ke udara akan memperluas kerawanan kebakaran lahan gambut dan banjir akan semakin luas membentang ke depan di Riau.
Proses kebakaran
Kebakaran lahan gambut mempunyai ciri tersendiri yang berbeda dengan kebakaran di areal mineral. Kebakaran lahan gambut tidak berada di atas permukaan yang pemadamannya relatif lebih mudah. Meskipun sumber pertama api tetap dari permukaan melalui sistem pembukaan lahan dengan cara membakar, namun penyebaran api pada lahan gambut berada di bawah permukaan (ground fire).
Api membakar bahan organik pembentuk gambut melalui pori-pori gambut secara tidak menyala (smoldering) sehingga yang terlihat ke permukaan hanya kepulan asap putih. Dengan karekteristik ini maka pemadaman api akan sangat sulit karena harus dilakukan dari dalam gambut itu sendiri dan dari atas karena penyebaran api di lahan gambut bisa secara horizontal dan vertikal ke atas.
Apabila api di lahan gambut tidak dapat dipadamkan, api tersebut dapat tetap menyala di bawah permukaan dalam waktu yang lama (bahkan tahunan) dan menyebabkan kebakaran baru apabila cuaca menjadi lebih kering lagi. Api yang menyala di bawah permukaan akan merusak sistem perakaran pohon. Pohon-pohon tersebut akan menjadi tidak stabil dan kemudian tumbang atau mati. Hal ini akan menghasilkan sejumlah besar pohon mati atau sisa tanaman, yang akan menjadi bahan bakar yang potensil bagi kebakaran berikutnya.
Secara ekologi, pembakaran lahan gambut mempercepat rusaknya lingkungan yang unik dan jasa-jasa ekologi yang dihasilkannya (misalnya pengaturan air dan pencegahan banjir). Pemadaman kebakaran di areal gambut sangat sulit, mahal dan dapat menyebabkan kerusakan ekologi dalam jangka-panjang. Meski pemerintah melalui Keppres No 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung memberikan perlindungan terhadap lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter, namun hal ini tak otomatis menyelesaikan persoalan gambut. Kian menyempitnya ketersediaan lahan mineral rupanya telah mendorong berbagai praktik pemanfaatan lahan gambut dengan ketebalan di bawah 3 meter oleh para pengusaha (tentu dengan izin pemda).
Jarang para pengusaha itu memikirkan pengaruh praktik-praktik tersebut terhadap lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter yang nota bene dilindungi. Padahal keduanya tak bisa berdiri sendiri-sendiri. Pada kenyataannya lahan gambut dengan perbedaan kedalaman tersebut bisa jadi merupakan satu ekosistem atau dalam satu landscape. Kebijakan pemerintah dalam membolehkan pemanfaatan lahan gambut kurang dari 3 meter akan mempengaruhi lahan gambut yang dilindungi (3 meter lebih itu). Cara terbaik untuk mencegah kebakaran di lahan-lahan gambut adalah dengan mengkonservasi mereka dalam keadaan alaminya. Yakni dengan memberikan perhatian khusus terhadap aspek-aspek pengelolaan air yang baik, pemanfaatan lahan yang sesuai, dan pengelolaan hutan yang lestari. Artinya, drainase/pengeringan dan konversi kawasan lahan gambut harus dicegah.
Perlindungan terhadap kawasan gambut dengan sendirinya akan mengendalikan hidrologi wilayah yang berfungsi sebagai penambat air dan pencegah banjir. Dalam kondisi alami yang tidak terganggu, lahan-lahan gambut mempunyai fungsi-fungsi ekologi yang penting: mengatur air di dalam dan di permukaan tanah.
Dengan sifatnya yang seperti spon, gambut dapat menyerap air yang berlebihan, yang kemudian secara kontinye dilepas perlahan-lahan. Hal ini menyebabkan air akan tetap mengalir secara konsisten dan karena itu menghindari terjadinya banjir juga kekeringan. Tak hanya itu, perlindungan kawasan gambut akan menjaga keanekaragaman hayati dengan banyak jenis yang unik dan hanya dijumpai di daerah lahan gambut.
* Alumnus Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB

Lahan Produktif dan non produktif

0 Comments »
Lahan Kritis dan Lahan Potensial
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan kritis sangat rendah. Bahkan, dapat terjadi jumlah produksi yang diterima jauh lebih sedikit daripada biaya pengelolaannya. Lahanini bersifat tandus, gundul, tidak dapat digunakan untuk usaha pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat rendah. Faktor- Faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, antara lain sebagai berikut:
· Kekeringan, biasanya terjadi di daerah-daerah bayangan hujan.
· Genangan air yang terus-menerus, seperti di daerah pantai yang selalu tertutup rawa-rawa.
· Erosi tanah dan masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi, pegunungan, dan daerah yang miring. Masswasting adalah gerakan masa tanah menuruni lereng.
· Pengolahan lahan yang kurang memperhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan. Lahan kritis dapat terjadi di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring, atau bahkan di dataran rendah.
· Masuknya material yang dapat bertahan lama kelahan pertanian (tak dapat diuraikan oleh bakteri) misalnya plastic. Plastik dapat bertahan ± 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kelestaian kesuburan tanah.
· Pembekuan air,biasanya terjadi daerah kutub atau pegunungan yang sangat tinggi. Pencemaran, zat pencemar seperti pestisida dan limbah pabrik yang masuk ke lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian baik melalui aliran sungai maupun yang lain mengakibatkan lahan pertanian menjadi kritis.
Beberapa jenis pestisida dapat bertahan beberapa tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu kesuburan lahan pertanian. Jika lahan kritis dibiarkan dan tidak ada perlakuan perbaikan, maka keadaan itu akan membahayakan kehidupan manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Maka dari itu, lahan kritis harus segera diperbaiki. Untuk menghindari bahaya yang ditimbulkan oleh adanya lahan kritis tersebut, pemerintah Indonesia telah mengambil kebijakan, yaitu melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan-lahan kritis di Indonesia. Upaya penagggulangan lahan kritis dilaksanakan sebagai berikut.
1. Lahan tanah dimanfaatkan seoptimal mungkin bagi pertanian, perkebunan, peternakan, dan usaha lainnya.
2. Erosi tanah perlu dicegah melalui pembuatan teras-teras pada lereng bukit.
3. Usaha perluasan penghijauan tanah milik dan reboisasi lahan hutan.
4. Perlu reklamasi lahan bekas pertambangan.
5. Perlu adanya usaha ke arah Program kali bersih (Prokasih).
6. Pengolahan wilayah terpadu di wilayah lautan dan daerah aliran sungai (DAS).
7. Pengembangan keanekaragaman hayati.
8. Perlu tindakan tegas bagi siapa saja yang merusak lahan yang mengarah pada terjadinya lahan kritis.
9. Menghilangkan unsure-unsur yang dapat mengganggu kesuburan lahan pertanian, misalnya plastik. Berkaitan dengan hal ini, proses daur ulang sangat diharapkan.
10. Pemupukan dengan pupuk organik atau alami, yaitu pupuk kandang atau pupuk hijau secara tepat dan terus-menerus.
11. Guna menggemburkan tanah sawah, perlu dikembangkan tumbuhan yang disebut Azola.
12. Memanfaatkan tumbuhan eceng gondok guna menurunkan zat pencemaran yang ada pada lahan pertanian. Eceng gondok dapat menyerap pat pencemar dan dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Namun, dalam hal ini kita harus hati-hati karena eceng gondok sangat mudah berkembang sehingga dapat menggangu lahan pertanian. Lahan potensial adalah lahan yang belum dimanfaatkan atau belum diolah dan jika diolah akan mempunyai nilai ekonimis yang besar karena mampunyai tingkat kesuburan yang tinggi dan mempunyai daya dukung terhadap kebutuhan manusia. Lahan potensian merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu harus ditangani dan dikelola secara bijak. Daerah diluar jawa banyak memiliki daerah produktif yang sangat potensial, tetapi belum atau tidak dimanfaatkan sehingga daerah ini dikenal dengan daerah yan sedang tidur. Dengan pertumbuhan penduduk dan ekonomi, tekanan terhadap tanah semakin meningkat. Hutan di luar pualu jawa di ubah menjadi lahan pertanian, kawasan pertambangan, dan perkebunan. Sementara itu, lahan pertanian di pulau Jawa diubah menjadi kawasan pemukiman dan industri serta waduk. Kehutanan, pertambangan, dan pertanian juga dapat membuat tanah menjadi tidak produktif untuk kegiatan ekonomi lebih lanjut. Program untuk meningkatkan produksi pangan dan perluasan pemukiman dalam skala besar-besaran telah memberikan kontribusi dalam pembukaan hutan dan belukar. Hal ini menyebabkan meningkatnya erosi, berkurangnya kesuburan dan produktivitas lahan, serta hilangnya habitat. Walaupun sejumlah kawanan alami, baik daratan maupunhutan, telah dilindungi dari dampak kegiatan manusia melalui penetapannyasebagai cagar alam dan taman nasional, sejumlahbesar lahan masih belum diusahakan oleh manusia secara optimal. Lahan potensial merupakan modal dasar dalam upaya meningkatkan kesejahteraan hidp manusia. Maka dari itu, harus ditangani secara bijaksana dalam pemanfaatan lahan potensial dan jangan sampai malah merusak lingkungan. Lahan potensialtersebar di tiga wilayah utama daratan, yaitu di daerah pantai, dataran rendah, dan dataran tinggi. Lahan-lahan di wilayah pantai didominasi oleh tanah alluvial (tanah hasil pengendapan). Tanahini cukup subur karena banyak mengandung mineral-mineral yang diangkut bersama lumpur oleh sungai kemidian diendapkan di daerah muara sungai. Mulai dataran pantai sampai ketinggian 300 m dari permukaan laut merupakan areal lahan dataran rendah. Bila curah hujannya cukup memadai, zona dataran rendah ini merupakan wilayah lahan hutan hujan tropis yang sangat subur. Mulai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut merupakan wilayah tanah tinggi, kondisi wilayahnya merupakan lahan bergelombang, berbukit-bukit sampai daerah pegunungan. Bagi daerah-daerah tanah tnggi yang dipengaruhi oleh gunung berapi,kondisi lahannya di dominasi oleh tanah vulkanik yang subur yang terkandung mineral haranya cukup tinggi. Daerah pegunungan yang memiliki curah hujan tinggi, merupakan daerah yang rawan erosi tanah. Selain proses erosi, di daerah-daerah yang memiliki crah hujan tinggi keadaan tanahnya biasanya berwarna merah kecoklatan (pucat), karena unsure-unsur hara dan humusnya banyak tercuci dan terhanyutkan oleh air hujan. Jenis tanah ini kurang subur.
Contoh tanah yang sudah banyak mengalami pencucian di antaranya tanah latosol dan tanah podzolik serta tanah laterit. Upaya-upaya pelestarian dan peningkatan manfaat lahan-lahan potensial dilaksanakan antara lain dengan cara berikut.
1. Merencanakan penggunaan lahan yang digunakan manusia.
2. Menciptakan keserasian da keseimbangan fungsi dan intensitas penggunaan lahan dalam wilayah tertentu.
3. Merencanakan penggunaan lahan kota agar jangan sampai menimbulkan dampak pencemaran.
4. Menggunakan lahan seoptimal mungkin bagi kepentinganmanusia.
5. Memisahkan penggunaan lahan untuk permukiman, industry, pertanian, perkantoran, dan usaha-usaha lainnya.
6. Membuat peraturan perundang-undangan yang meliputi pengaliahn hak atas tanah untuk kepentingan umum dan peraturan perpajakan.
7. Melakukan pengkajian terhadap kebijakan tata ruang, perijinan, dan pajak dalam kaitannya dengan konversi penggunaan lahan.
8. Menggnakan teknologi pengolahan tanah, penghijauan, reboisasi, dan pembuatan sengkedan di aderah pegunungan.
9. Perlu usaha pemukiman penduduk dan pengendalian peladang berpindah.
10. Mengelola dengan baik daerah aliran sungai, daerah pesisir, dan daerah di sekitar lautan.

 
×
Bibit Kecambah Sawit